perjanjian renville – Sejarah Lengkap Sejarahwan Tue, 19 Nov 2019 09:03:12 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=5.8.3 7 Dampak Perjanjian Renville Bagi Indonesia /indonesia/kemerdekaan/pasca-kemerdekaan/dampak-perjanjian-renville Tue, 19 Nov 2019 09:02:50 +0000 /?p=5455 Indonesia dan Belanda terlibat dalam Sejarah Perjanjian Renville  pada tanggal 17 Januari 1948, bertempat di atas geladak kapal perang Amerika Serikat USS Renville. Ketika itu kapal yang berlabuh di pelabuhan…

The post 7 Dampak Perjanjian Renville Bagi Indonesia appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
Indonesia dan Belanda terlibat dalam Sejarah Perjanjian Renville  pada tanggal 17 Januari 1948, bertempat di atas geladak kapal perang Amerika Serikat USS Renville. Ketika itu kapal yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta tersebut digunakan sebagai wilayah netral tempat perjanjian. Perundingan Renville dimulai tanggal 8 Desember 1947 dengan mediator dari Komisi Tiga Negara (KTN), mereka adalah Committee of Good Offices for Indonesia beranggotakan Amerika Serikat, Belgia dan Australia. Perjanjian Renville berisi batas antara wilayah Indonesia dengan Belanda yang dinamakan Garis van Mook diadakan untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi setelah perjanjian Linggarjati di tahun 1946.

Pada tanggal 1 Agustus 1947 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia. Gubernur Jenderal Belanda Van Mook kemudian memerintahkan gencatan senjata pada 5 Agustus. Pada tanggal 25 Agustus DK PBB kembali mengeluarkan resolusi berdasarkan usulan AS bahwa konflik yang terjadi antara Indonesia dan Belanda akan diselesaikan secara damai dengan pembentukan KTN oleh PBB. Tanggal 29 Agustus, garis Van Mook diumumkan oleh Belanda sebagai pembatas wilayah Indonesia dan Belanda. Wilayah RI dalam garis tersebut menyusut menjadi hanya sepertiga Pulau Jawa dan sebagian besar pulau di Sumatera tetapi tidak mendapatkan wilayah utama penghasil bahan makanan. Belanda juga masih melakukan blokade untuk mencegah masuknya persenjataan, makanan dan pakaian ke wilayah Indonesia.

Isi Perjanjian Renville

Situasi yang memanas antara Indonesia dan Belanda dimulai setelah Belanda melanggar perjanjian Linggarjati dan turut menjadi latar belakang perjanjian Renville. Dampak agresi militer Belanda 1 yang dilakukan untuk mengelak dari tujuan perjanjian Linggarjati tersebut telah membawa kemarahan tidak saja pada negara Indonesia namun juga dunia luar termasuk sekutu Belanda sekalipun, yaitu AS dan Inggris. Pembahasan situasi di Indonesia dalam rapat DK PBB kemudian diusulkan oleh Australia dan India.

Pada tanggal 1 Agustus 1947, DK PBB mendesak untuk dilakukannya gencatan senjata. Walaupun pada 17 Agustus 1947 telah ada kesepakatan antara pemerintah RI dan Belanda untuk menghentikan gencatan senjata sebelum Renville, tetapi masih terjadi pertempuran antara tentara Belanda dengan laskar rakyat yang bukan TNI. Sesekali pasukan TNI bahkan juga terlibat dalam pertempuran, seperti dalam peristiwa yang terjadi di Karawang dan Bekasi. Isi perjanjian Renville yaitu:

  • Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatra hanya diakui Belanda sebagai wilayah Republik Indonesia.
  • Disetujui sebuah garis demarkasi untuk memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan bagian Belanda.
  • TNI harus ditarik mundur dari daerah – daerah basis perjuangannya terutama di wilayah pendudukan Jawa Barat dan Jawa Timur.

Akibat Perundingan Renville

Dalam perundingan delegasi Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap dan Dr. Johannes Leimena sebagai wakil, Ali Sastroamijoyo, H. Agus Salim, Dr. Coatik Len, dan Nasrun. Kerajaan Belanda diwakili Kolonel KNIL Abdulkadir Widjojoatmodjo, Mr. H. A.L. Van Vredenburg, Dr. P.J. Koets, dan Mr. Dr. Chr. Soumokil. AS sebagai anggota PBB menjadi mediator dan dipimpin oleh Frank Porter Graham, Paul van Zeeland, dan Richard Kirby. Perundingan Renville telah membawa berbagai akibat bagi kehidupan rakyat  dan kedaulatan Indonesia, dan dampak perjanjian Renville tersebut hasilya adalah sebagai berikut ini.

  1. Indonesia menjadi negara federasi

Dampak dari perjanjian Renville bagi Indonesia adalah bahwa bentuk negara terpaksa berubah menjadi perserikatan dari yang tadinya sebagai negara kesatuan. Awalnya Indonesia memproklamirkan diri sebagai negara kesatuan dengan Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, namun karena hasil perundingan maka Indonesia dipecah dan dibagi menjadi beberapa negara bagian. Negara – negara bagian tersebut tergabung dalam Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai bagian dari negara persemakmuran Belanda. Perubahan bentuk pemerintahan ini adalah syarat yang diajukan oleh Belanda agar mereka bersedia mengakui kedaulatan Indonesia. Walaupun demikian, ini berarti Indonesia tidak sepenuhnya berdaulat karena masih berada di bawah kekuasaan pemerintahan kerajaan Belanda.

  1. Sistem pemerintahan dan konstitusi berubah

Tidak hanya bentuk negara yang mengalami perubahan, namun dampak perjanjian Renville juga mengakibatkan Indonesia harus merubah sistem pemerintahan dan konstitusinya. Sistem presidensial yang sebelumnya digunakan harus berubah ke sistem parlementer, dimana presiden hanya menjadi kepala negara dan bukan lagi kepala pemerintahan. Dalam sistem parlementer seorang perdana menteri akan memimpin pemerintahan. Soekarno kembali terpilih sebagai Presiden dan Amir Syarifuddin sebagai Perdana Menteri. Amir Syarifuddin sebelumnya sudah memimpin kabinet peralihan yang dibentuk karena kegagalan kabinet Syahrir setelah perjanjian Linggarjati. Setelah itu dibentuk kabinet Amir Syarifuddin II.

  1. Reaksi keras rakyat

Rakyat menganggap kabinet yang baru terbentuk dianggap memiliki kebijakan pro Belanda dan memberatkan rakyat sehingga banyak partai politik yang melakukan protes terhadap kebijakan pemerintahan baru. Para partai politik tersebut bahkan menarik wakil – wakilnya dari dalam kabinet. Rakyat menganggap bahwa Amir Syarifuddin telah menjual Indonesia kepada Belanda sehingga akhirnya kabinet tidak bertahan lama dan lalu dibubarkan. Mandat Amir Syarifuddin diserahkan kembali kepada Presiden pada 23 Januari 1948.

  1. Wilayah RI Berkurang

Dampak perjanjian Renville bagi Indonesia sangat merugikan karena semakin memperkecil wilayah kekuasaan Republik Indonesia, bahkan wilayahnya lebih kecil daripada yang sebelumnya disepakati dalam perjanjian Linggarjati. Wilayah yang menyampit juga menjadi salah satu dari contoh kerugian  perjanjian Linggarjati. Sebelumnya dalam perjanjian Linggarjati, wilayah Indonesia meliputi Jawa, Sumatera dan Madura, setelah Renville justru berkurang menjadi sebagian Sumatera, Jawa Tengah dan Madura. Indonesia bahkan harus melepaskan wilayah yang sudah diduduki Belanda pada agresi militer Belanda I.

  1. Ekonomi Indonesia dihalangi

Dampak perjanjian Renville mendatangkan kesulitan baru bagi rakyat Indonesia karena Belanda kondisi perekonomian dihambat oleh Belanda. Misalnya, pendudukan Belanda di Jawa Barat sangat berdampak bagi kegiatan perekonomian Indonesia. Belanda menekan bidang ekonomi supaya para pejuang kesulitan untuk melawan dan bersedia menyerah kepada mereka. Kondisi itu diperparah karena selama masa peralihan menjadi RIS Indonesia masih berada dalam kekuasaan Belanda. Di Jawa, kekuasaan Indonesia menyusut sebanyak hampir sepertiga. Di Sumatera banyak wilayah pertanian paling subur direbut Belanda sehingga pemerintah Indonesia kekurangan hasil panen beras hingga berpuluh – puluh kuintal.

  1. Militer Indonesia melemah

Kekuatan pasukan Indonesia yang melemah adalah satu lagi dampak perjanjian Renville yang sangat merugikan. Indonesia harus menarik pasukannya dari wilayah yang menjadi bagian Belanda, dan juga menarik pasukan dari daerah yang dihuni penduduk sipil. Namun pasukan Indonesia tidak lalu menyerah begitu saja. Mereka diam – diam masih melakukan gerilya. Pada bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi melakukan hijrah ke Jawa Tengah dan karena itu dijuluki Pasukan Hijrah oleh masyarakat kota Yogyakarta. Perjalanan mereka dikenal dengan nama Long March Siliwangi, suatu perjalanan yang jauh dan melelahkan.

  1. Pembentukan negara boneka

Dampak perjanjian Renville sukses membuat wilayah Indonesia yang tadinya merupakan negara kesatuan menjadi terpecah. Belanda kemudian membentuk negara persemakmuran dengan nama BFO atau Bijeenkomst voor Federal Overlag dengan anggota Negara Madura, Negara Borneo Barat, Negara Sumatera Timur, dan Negara Jawa Timur. Mereka juga lebih berpihak kepada Belanda daripada kepada Indonesia, karena itu mendapat julukan sebagai negara boneka Belanda.

Dampak dari perjanjian Renville hingga sekarang tercatat sebagai perjanjian yang banyak sekali membawa kerugian bagi Indonesia. Dampak seperti kondisi perekonomian yang semakin kritis, kejatuhan kabinet Sjahrir, juga pemberontakan Kartosuwiryo terjadi setelah perjanjian tersebut karena Kartoswiryo dan pasukannya menolak hasil perundingan dan menolak keluar dari Jawa Barat yang sudah menjadi wilayah Belanda. Mereka mendirikan DI/TII sebagai negara baru dengan ideologi Islam. Perjanjian bahkan masih diingkari Belanda dengan melakukan agresi militer Belanda 2. Indonesia masih harus menjalani serangkaian usaha diplomatik dan perundingan sebelum benar – benar mendapatkan kedaulatan sepenuhnya sebagai negara yang merdeka.

The post 7 Dampak Perjanjian Renville Bagi Indonesia appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
7 Makna Perjanjian Renville Bagi Indonesia dan Isinya /indonesia/kemerdekaan/pasca-kemerdekaan/__trashed Thu, 14 Nov 2019 06:38:24 +0000 /?p=5445 Sejarah Perjanjian Renville dilakukan antara Indonesia dan Belanda pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat USS Renville yang digunakan sebagai lokasi netral. Kapal tersebut berlabuh…

The post 7 Makna Perjanjian Renville Bagi Indonesia dan Isinya appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
Sejarah Perjanjian Renville dilakukan antara Indonesia dan Belanda pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat USS Renville yang digunakan sebagai lokasi netral. Kapal tersebut berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dengan mediasi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia yang beranggotakan Amerika Serikat, Belgia dan Australia. Perjanjian Renville diadakan untuk menyelesaikan perselisihan setelah perjanjian Linggarjati di tahun 1946, yang berisi batas antara wilayah Indonesia dengan Belanda yang dinamakan Garis van Mook.

Tanggal 1 Agustus 1947 dikeluarkan resolusi gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia oleh Dewan Keamanan PBB. Pada 5 Agustus, Gubernur Jenderal Belanda Van Mook memerintahkan gencatan senjata. Kemudian pada 25 Agustus DK PBB kembali mengeluarkan resolusi berdasarkan usulan AS bahwa DK akan menyelesaikan konflik yang terjadi antara Indonesia dan Belanda secara damai dengan pembentukan KTN. Tanggal 29 Agustus, Belanda mengumumkan garis Van Mook yang menjadi pembatas wilayah Indonesia dan Belanda. Wilayah RI menjadi hanya sepertiga Pulau Jawa dan kebanyakan pulau di Sumatera tetapi tidak mendapatkan wilayah utama penghasil bahan makanan. Belanda juga melakukan blokade untuk mencegah masuknya persenjataan, makanan dan pakaian ke wilayah Indonesia.

Isi Perjanjian Renville

Situasi yang memanas antara Indonesia dan Belanda setelah Belanda melanggar perjanjian Linggarjati menjadi latar belakang perjanjian Renville. Dampak agresi militer Belanda 1 yang dilakukan untuk tidak mengakui tujuan perjanjian Linggarjati tersebut telah membawa kemarahan Indonesia dan dunia luar termasuk sekutu Belanda sekalipun yaitu AS dan Inggris. Australia dan India kemudian mengusulkan pembahasan situasi di Indonesia dalam rapat DK PBB. Kemudian pada tanggal 1 Agustus 1947, DK PBB mendesak gencatan senjata.

Walaupun pemerintah RI dan Belanda sudah bersepakat pada 17 Agustus 1947 untuk menghentikan gencatan senjata sebelum perundingan Renville, tetapi masih terjadi pertempuran antara tentara Belanda dengan laskar rakyat yang bukan TNI, bahkan sesekali pasukan TNI juga terlibat seperti dalam peristiwa Karawang dan Bekasi. Isi perjanjian Renville yaitu:

  • Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatra sebagai wilayah Republik Indonesia.
  • Sebuah garis demarkasi disetujui untuk memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan bagian Belanda.
  • TNI harus ditarik mundur dari daerah – daerah basisnya di wilayah pendudukan Jawa Barat dan Jawa Timur.

Makna Perundingan Renville Bagi Rakyat Indonesia

Delegasi Indonesia dalam perundingan diwakili oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap dan wakilnya Dr. Johannes Leimena, Ali Sastroamijoyo, H. Agus Salim, Dr. Coatik Len, dan Nasrun. Sedangkan kerajaan Belanda dipimpin Kolonel KNIL Abdulkadir Widjojoatmodjo, Mr. H. A.L. Van Vredenburg, Dr. P.J. Koets, dan Mr. Dr. Chr. Soumokil. Sementara AS yang menjadi mediator sebagai anggota PBB dipimpin oleh Frank Porter Graham, Paul van Zeeland, dan Richard Kirby. Perundingan Renville telah membawa berbagai akibat bagi kehidupan rakyat Indonesia, dan makna perjanjian Renville tersebut terjadi dalam beberapa situasi berikut ini.

1. Indonesia tidak lagi menjadi negara kesatuan

Makna perjanjian Renville bagi Indonesia adalah bahwa bentuk negara terpaksa berubah menjadi perserikatan. Padahal awalnya Indonesia memproklamirkan diri sebagai negara kesatuan dengan Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, namun karena isi perundingan maka Indonesia menjadi terpecah dan terbagi menjadi beberapa negara bagian dalam Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS adalah bagian dari negara persemakmuran Belanda , dan perubahan bentuk pemerintahan ini adalah syarat yang diajukan oleh Belanda agar mau mengakui kedaulatan Indonesia. Tetapi hal ini berarti Indonesia tidak sepenuhnya berdaulat karena masih berada di bawah pemerintahan kerajaan Belanda.

2. Perubahan sistem pemerintahan dan konstitusi

Tidak hanya bentuk negara yang berubah, namun makna perjanjian Renville juga membuat Indonesia harus merubah berbagai sistem pemerintahan dan konstitusi. Sistem presidensial yang sebelumnya dianut harus berubah ke sistem parlementer, yang artinya presiden hanya menjadi kepala negara dan bukan lagi kepala pemerintahan. Seorang perdana menteri akan memimpin pemerintahan dalam sistem parlementer. Maka Soekarno kembali terpilih sebagai Presiden dan Amir Syarifuddin sebagai Perdana Menteri. Amir Syarifuddin sebelumnya sudah memimpin kabinet peralihan setelah kegagalan kabinet Syahrir yang terjadi setelah perjanjian Linggarjati. Setelah itu terbentuk kabinet Amir Syarifuddin II.

3. Rakyat bereaksi keras pada perubahan kabinet

Kabinet yang baru terbentuk dianggap memiliki kebijakan yang pro Belanda dan memberatkan rakyat sehingga banyak partai politik yang memprotes kebijakan pemerintahan baru. Mereka bahkan menarik wakil – wakilnya dari dalam kabinet. Rakyat menganggap Amir Syarifuddin telah menjual Indonesia kepada Belanda. Pada akhirnya, kabinet tidak bertahan lama dan dibubarkan. Mandat diserahkan kembali kepada Presiden oleh Amir Syarifuddin pada 23 Januari 1948.

4. Berkurangnya wilayah RI

Makna dari perjanjian Renville semakin memperkecil wilayah kekuasaan pemerintah Indonesia, lebih kecil daripada yang sebelumnya disepakati dalam perjanjian Linggarjati. Ini adalah contoh kerugian  perjanjian Linggarjati. Jika sebelumnya wilayah Indonesia meliputi Jawa, Sumatera dan Madura, setelah Renville justru berkurang menjadi sebagian Sumatera, Jawa Tengah dan Madura. Indonesia harus melepaskan wilayah yang diduduki Belanda pada agresi militer Belanda I.

5. Belanda memblokade ekonomi Indonesia

Makna perjanjian Renville mendatangkan kesulitan baru bagi rakyat Indonesia karena Belanda mengekang kondisi perekonomian. Pendudukan Belanda di Jawa Barat misalnya sangat berdampak bagi kegiatan perekonomian Indonesia. Selain itu, Belanda menekan bidang ekonomi agar para pejuang kesulitan untuk melawan dan menyerah kepada mereka. Kondisi itu diperparah karena Indonesia masih berada dalam kekuasaan Belanda selama masa peralihan menjadi RIS. Di Jawa, kekuasaan Indonesia yang menyusut sebanyak hampir sepertiga dan di Sumatera banyak wilayah pertanian paling subur direbut Belanda sehingga pemerintah Indonesia kekurangan hasil panen beras hingga berpuluh – puluh kuintal yang tercantum dalam memorandum PBB nomor S/649.

6. Kekuatan militer Indonesia melemah

Kekuatan pasukan Indonesia yang melemah adalah satu lagi makna perjanjian Renville yang sangat merugikan. Indonesia harus menarik pasukannya dari wilayah yang menjadi bagian Belanda, dan dari daerah yang dihuni penduduk sipil. Namun pasukan Indonesia tidak menyerah begitu saja dan diam – diam masih melakukan gerilya. Pada bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah dan dijuluki Pasukan Hijrah oleh masyarakat kota Yogyakarta. Perjalanan mereka dikenal dengan nama Long March Siliwangi, suatu perjalanan yang jauh dan melelahkan bagi para tentara Siliwangi.

7. Pembentukan negara boneka

Makna perjanjian Renville sukses membuat wilayah Indonesia yang tadinya merupakan negara kesatuan menjadi terpecah belah. Belanda membentuk negara persemakmuran dengan nama BFO atau Bijeenkomst voor Federal Overlag. Beberapa anggotanya adalah Negara Madura, Negara Borneo Barat, Negara Sumatera Timur, dan Negara Jawa Timur. Mereka juga lebih berpihak kepada Belanda daripada kepada Indonesia, karena itu dijuluki negara boneka Belanda.

Makna dari perjanjian Renville hingga sekarang tercatat sebagai perjanjian yang paling tidak membawa keuntungan bagi Indonesia. Perekonomian yang semakin kritis, kejatuhan kabinet Sjahrir, juga pemberontakan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo terjadi setelah perjanjian tersebut. Kartoswiryo dan pasukannya menolak hasil perundingan dan menolak keluar dari Jawa Barat yang sudah menjadi wilayah Belanda, dan mendirikan DI/TII sebagai negara baru berideologi Islam. Belanda bahkan masih mengingkari perjanjian dengan agresi militer Belanda 2. Berbagai perundingan masih dijalani Indonesia sebelum benar – benar mendapatkan kedaulatan sebagai negara yang merdeka sepenuhnya.

The post 7 Makna Perjanjian Renville Bagi Indonesia dan Isinya appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
10 Peristiwa Sesudah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia /indonesia/kemerdekaan/pasca-kemerdekaan/peristiwa-sesudah-proklamasi Tue, 10 Sep 2019 02:38:22 +0000 /?p=5143 Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun, terdapat banyak peristiwa sesudah proklamasi Republik Indonesia yang mengancam keutuhan negara. Sepuluh peristiwa sesudah proklamasi Republik Indonesia adalah: Peristiwa Wrestling Pembantaian…

The post 10 Peristiwa Sesudah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun, terdapat banyak peristiwa sesudah proklamasi Republik Indonesia yang mengancam keutuhan negara. Sepuluh peristiwa sesudah proklamasi Republik Indonesia adalah:

  1. Peristiwa Wrestling

Pembantaian Wrestling ialah sebuah peristiwa pembunuhan oleh pasukan Belanda (Depot Speciale Troepen) yang dipimpin Raymond Pierre Paul Wrestling terhadap ribuan rakyat sipil di Sulawesi Selatan. Pembantaian ini terjadi pada bulan Desember 1946 hingga Februari 1947 selama operasi militer Counter Insurgency (penumpasan pemberontakan). Akibat peristiwa ini, berapa ribu jumlah rakyat Sulawesi Selatan yang menjadi korban keganasan tentara Belanda hingga kini tidaklah jelas. Delegasi Republik Indonesia, pada tahun 1947, menyampaikan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa jumlah korban pembantaian sejak bulan Desember 1946 di Sulawesi Selatan mencapai 40.000 jiwa.

  1. Perundingan Linggarjati

Perundingan Linggarjati yakni perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Kuningan, Jawa Barat. Perundingan ini menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia dan hasilnya ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946. Perundingan ini ditandatangani secara sah oleh kedua negara pada 25 Maret 1947. Perjanjian Linggarjati diakibatkan konflik antara Indonesia dengan Belanda karena masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan ’status quo’. Berbagai macam pertempuran terjadi di berbagai daerah, seperti sejarah Peristiwa 10 November.

  1. Pertempuran Puputan Margarana

Pertempuran Puputan Margarana ialah salah satu pertempuran antara Indonesia dan Belanda yang terjadi pada 20 November 1946. Pertempuran tersebut dipimpin oleh Kepala Divisi Sunda Kecil, yakni Kolonel I Gusti Ngurah Rai. Pasukan TKR bertempur habis-habisan demi mengusir Pasukan Belanda yang ingin menegakkan kembali Hindia Belanda setelah kekalahan Jepang pada Perang Dunia II. Pertempuran ini menewaskan seluruh pasukan I Gusti Ngurah Rai yang selanjutnya dikenang sebagai salah satu Puputan di era awal kemerdekaan. Perang ini pun disebut dengan Puputan Margarana yakni perang mati-matian demi membela nusa dan bangsa.

Akibat gugurnya pasukan pimpinan I Gusti Ngurah Rai, Belanda berhasil mendirikan Negara Indonesia Timur. Tjokorda Gde Raka Soekawati menjadi presiden NIT melalui Konferensi Denpasar pada tanggal 18 – 24 Desember 1946. Baca juga penyebab Perang Bali, pahlawan nasional dari Bali, dan sejarah Museum Bajra Sandhi Bali.

  1. Proklamasi Negara Pasundan

Belanda masih terus melakukan aksinya pasca pembentukan NIT. Soeria Kartalegawa, Ketua Partai Rakyat Pasundan, berhasil dibujuk oleh Belanda untuk memproklamasikan Negara Pasundan pada tanggal 4 Mei 1947. Negara baru ini sangat lemah secara militer dan sangat tergantung kepada Belanda. Negara ini baru eksis saat Belanda melakukan Agresi dan kekuatan RI hengkang dari Jawa Barat.

  1. Agresi Militer Belanda I

Agresi Militer Belanda I atau Operatie Product merupakan operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatra terhadap Republik Indonesia. Agresi ini berlangsung mulai dari tanggal 21 Juli 1947 hingga 5 Agustus 1947. Agresi Militer Belanda I ini adalah istilah yang dibuat oleh Letnan Gubernur Jenderal Johannes van Mook yang menegaskan bahwa hasil Perundingan Linggarjati tidak berlaku lagi. Indonesia menganggap hal ini sebagai pelanggaran dari hasil Perundingan Linggarjati.

Indonesia mengadukan agresi militer ini ke PBB, karena dinilai telah melanggar suatu perjanjian internasional, yakni Perundingan Linggarjati. Atas permintaan Australia dan India, maka masalah agresi militer ini dimasukkan ke dalam agenda Dewan Keamanan PBB pada 31 Juli 1947. PBB kemudian menanggapinya dengan mengeluarkan resolusi tertanggal 1 Agustus 1947. Resolusi tersebut menyerukan supaya konflik bersenjata dihentikan. PBB juga mengakui eksistensi Republik Indonesia dengan menyebut nama “Indonesia” dan bukan lagi “Netherlands Indies” atau “Hindia Belanda” dalam setiap keputusan remisinya.

Agresi Militer Belanda I baru dihentikan setelah DK PBB mengeluarkan beberapa resolusi. Pada tanggal 15 Agustus 1947, atas tekanan DK PBB maka Pemerintah Belanda menyatakan akan menerima resolusi Dewan Keamanan untuk menghentikan pertempuran.

  1. Amir Syarifudin sebagai Perdana Menteri

Pasca Agresi Militer Belanda I, Amir Syarifudin yang sebelumnay menjabat sebagai Menteri Pertahanan kemudian naik menjadi Perdana Menteri menggantikan Sjahrir. Ia menggaet anggota PSII yang dulu untuk duduk dalam Kabinetnya. Ia juga menawarkan S. M. Kartosoewirjo untuk duduk dalam kabinetnya menjadi Wakil Menteri Pertahanan kedua. Namun, S. M. Kartosoewirjo menolak hal tersebut bukan semata-mata karena loyalitasnya kepada Masyumi. Ia ingin menarik diri dari gelanggang politik pusat. Hal ini karena ia menyaksikan kondisi politik yang tidak menguntungkan bagi Indonesia disebabkan perjanjian-perjanjian yang dilaksanakan Pemerintah RI dengan Belanda.

Selain itu, Kartosoewirjo tidak menyukai arah politik Amir Syarifudin yang kekiri-kirian. Saat Amir Syarifudin menunjukkan sepak terjangnya di percaturan politik nasional dengan menjadi Perdana Menteri dan merangkap Menteri Pertahanan, terlihat bahwa Amir Syarifudin berniat membawa politik Indonesia ke arah Komunis.

  1. Perjanjian Renville

Perjanjian Renville ialah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang ditandatangani pada 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat. Kapal tersebut merupakan tempat netral USS Renville yang berlabuh di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Perundingan ini dimulai pada 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh KTN (Komisi Tiga Negara), Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika Serikat, Belgia, dan Australia.

Perjanjian Renville bertujuan untuk menyelesaikan perselisihan atas Perjanjian Linggarjati tahun 1946. Perjanjian tersebut menghasilkan batas antara wilayah Indonesia dengan Belanda yang disebut Garis Van Mook. Baca juga latar belakang Perjanjian Renville dan sejarah Perjanjian Renville.

  1. Naiknya Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri

Kabinet Amir pun runtuh setelah Perjanjian Renville ditandatangani. Seluruh anggota dalam kabinet yang terdiri dari anggota PNI dan Masyumi meletakkan jabatannya dan diikuti oleh Amir sendiri pada 23 Januari 1948. Presiden Soekarno kemudian menunjuk Moh. Hatta untuk memimpin suatu ‘kabinet presidential’ darurat (1948–1949). Seluruh pertanggungjawabannya dilaporkan kepada Soekarno sebagai presiden. Baca juga biografi Mohammad-Hatta, biografi Soeharto, dan biografi Habibie.

  1. Agresi Militer Belanda II

Agresi Militer Belanda 2 diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu. Agresi ini terjadi pada 19 Desember 1948 yang disertai dengan penangkapan Soekarno, Moh. Hatta, Sjahrir, dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibukota negara Indonesia saat itu mengakibatkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

  1. Serangan Umum 1 Maret

Serangan Umum 1 Maret adalah serangan secara besar-besaran pada tanggal 1 Maret 1949 yang direncanakan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III berdasarkan instruksi Panglima Besar Sudirman. Hal ini untuk membuktikan bahwa TNI masih ada dan cukupkuat, sehingga memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsu di DK PBB.

Selain kesepuluh peristiwa sesudah proklamasi Republik Indonesia, terdapat juga peristiwa lainnya seperti Perjanjian Roem-Royen, Serangan Umum Surakarta, Konferensi Meja Bundar, hingga penyerahan kedaulatan oleh Belanda pada 27 Desember 1949. Semoga bermanfaat.

The post 10 Peristiwa Sesudah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
Latar Belakang Perjanjian Renville Lengkap /indonesia/kemerdekaan/pasca-kemerdekaan/latar-belakang-perjanjian-renville Sat, 30 Mar 2019 03:27:13 +0000 /?p=3264 Latar Belakang Perjanjian Renville muncul karena adanya Agresi Militer Belanda I setelah tercapainya kesepakatan melalui Perjanjian Linggarjati. Pada artikel ini akan dibahas mengenai Latar Belakang Perjanjian Renville mulai dari latar…

The post Latar Belakang Perjanjian Renville Lengkap appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
Latar Belakang Perjanjian Renville muncul karena adanya Agresi Militer Belanda I setelah tercapainya kesepakatan melalui Perjanjian Linggarjati. Pada artikel ini akan dibahas mengenai Latar Belakang Perjanjian Renville mulai dari latar belakang perjanjian, tokoh-tokoh yang terlibat dalam perjanjian, serta isi dan tujuan perjanjian. Selain itu, akan dibahas juga akibat dari Perjanjian Renville yang sangat merugikan keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Perjanjian Renville terjadi antara Indonesia dengan Belanda dan bertempat di atas kapal perang Amerika Serikat USS Renville di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta yang ditandatangi pada tanggal 17 Januari 1948. Perundingan Renville dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan dimoderasi oleh Komisi Tiga Negara (KTN atau Committee of Good Offices for Indonesia). Anggota KTN adalah Amerika Serikat, Australia, dan Belgia.

Latar Belakang Perjanjian Renville

Sejarah Perjanjian Renville berawal dari perintah Dewan Keamanan PBB untuk melakukan resolusi gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia pada tanggal 1 Agustus 1947. Tanggal 5 Agustus, Gubernur Jendral van Mook dari Belanda melakukan gencatan senjata. Pada tanggal 25 Agustus, Dewan Keamanan mengeluarkan resolusi yang diusulkan Amerika Serikat. Dewan Keamanan PBB akan menyelesaikan konflik Indonesia dan Belanda secara damai dengan membentuk Komisi Tiga Negara. Belgia dipilih oleh Belanda, sedangkan Indonesia memilih Australia. Amerika Serikat sebagai negara yang dipilih oleh kedua pihak.

Pada 29 Agustus 1947, Belanda menyatakan garis Van Mook yang membatasi wilayah Indonesia dan Belanda. Republik Indonesia hanya tersisa sepertiga Pulau Jawa dan kebanyakan di Pulau Sumatra, tetapi Indonesia tidak mendapat wilayah utama penghasil makanan. Blokade oleh pihak Belanda juga mencegah masuknya persenjataan, makanan, dan pakaian menuju ke wilayah Indonesia.

Tokoh-tokoh dalam Perjanjian Renville

Tokoh-tokoh penting berperan penting pada Perjanjian Renville. Tokoh-tokoh tersebut adalah:

  • Indonesia diwakili oleh Amir Syarifudin sebagai ketua, Ali Sastroamijoyo, H. Agus Salim, Dr. J. Leimena, Dr. Coatik Len, dan Nasrun.
  • Belanda diwakilih oleh R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo sebagai ketua, Mr. H.A.L. an Vredenburg, Dr.P.J. Koets, dan Mr.Dr.Chr. Soumokil.
  • PBB selaku mediator diwakili oleh Frank Graham selaku ketua, Paul van Zeeland, dan Richard Kirby.

Isi dan Tujuan Perjanjian Renville

Perjanjian Renville bertujuan untuk mengatasi perselisihan atas perbedaan pemahaman antara Belanda dan Indonesia terhadap Perjanjian Linggarjati. Pada dasarnya inti Perjanjian Renville adalah sebagai berikut:

  1. Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian dari wilayah Republik Indonesia.
  2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan antara wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda.
  3. Tentara Nasional Indonesia (TNI) harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan Belanda di Jawa Timur dan Jawa Barat.

Akibat Perjanian Renville bagi Indonesia

Terdapat beberapa akibat yang disebabkan oleh Perjanjian Renville. Pada dasarnya melalui perjanjian ini, Republik Indonesia mengalami banyak kerugian. Kerugian yang diakibatkan oleh perjanjian ini adalah Indonesia terpaksa menjadi bagian dari RIS, terbentuknya kabinet Amir Syarifudin II yang dianggap lebih pro kepada Belanda, wilayah kekuasaan Indonesia berkurang, perokonomian Indonesia diblokade oleh Belanda, Indonesia harus menarik tentaranya di wilayah pendudukan Belanda, terpecah belahnya bangsa Indonesia, hingga meletusnya Agresi Militer Beland II.

  1. Indonesia terpaksa menjadi bagian dari RIS

Salah satu dampak yang merugikan dari perjanjian ini adalah perubahan bentuk negara Indonesia. Indonesia pada awalnya memproklamirkan diri sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Namun dalam Perjanjian Renville, Indonesia harus mengubah bentuk negaranya menjadi Republik Indonesia Serikat yang merupakan negara persemakmuran Belanda. Perubahan bentuk negara ini adalah syarat yang diminta Belanda untuk dapat mengakui kedaulatan Indonesia. Perbedaan bentuk negara kesatuan dengan negara serikat tersebut berarti Indonesia tidak berdaulat secara penuh. Hal ini karena Indonesua masih memiliki keterkaitan dengan kekuasaan Pemerintah Belanda.

2. Terbentuknya Kabibnet Amir Syarifudin II yang dianggap pro Belanda

Dengan adanya perjanjian ini, Indonesia juga harus mengubah sistem pemerintahan dan konstitusi negara. Sistem pemerintahan berubah dari sistem presidensial ke sistem parlementer. Hal ini berarti bahwa Presiden Indonesia hanya akan menjadi kepala negara dan bukan lagi kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan akan dipimpin oleh seorang perdana menteri. Hal inilah yang membedakan sistem pemerintahan presidensial dengan parlementer.

Selanjutnya maka dilakukan pemilihan presiden dan perdana menteri. Ir. Soekarno tetap terpilih menjadi presiden dan kepala pemerintahan dipegang oleh Mr. Amir Syarifudin selaku perdana menteri. Setelah proses tersebut, dibentuklah kabinet baru yang merupakan bentukan Amir Syarifuddin. Amir Syarifuddin juga telah mendapat mandat untuk memimpin kabinet peralihan setelah gagalnya Kabinet Syahrir sebagai akibat gagalnya Perjanjian Linggarjati. Penandatanganan Perjanjian Renville ini menandai dibentuknya Kabinet Amir Syarifuddin II.

Namun kenyataan berkata lain, kabinet baru dianggap memiliki kebijakan yang pro Belanda dan memberatkan rakyat Indonesia. Partai-partai politik pun mulai melancarkan aksi protes terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang baru tersebut. Partai politik pun menarik wakilnya dari dalam kabinet. Rakyat Indonesia menganggap Amir Syarifuddin menjual Indonesia kepada Belanda. Akhirnya Kabinet Amir Syarifuddin II pun tidak bertahan lama dan bubar pada akhir Januari 1948. Tanggal 23 Januari 1948, Amir Syarifuddin menyerahkan kembali mandatnya ke Presiden. Reaksi keras terhadap kabinet ini juga menunjukkan terjadinya disintegrasi nasional bangsa.

3. Berkurangnya wilayah kekuasaan Republik Indonesia

Wilayah Indonesia berdasarkan Perjanjian Renville menjadi lebih kecil dibandingkan dengan saat Perjanjian Linggarjati. Berdasarkan Perjanjian Linggarjati, wilayah Indonesia meliputi Jawa, Sumatera, dan Madura. Perjanjian Renville membuat Indonesia terpaksa menyetujui wilayah Indonesia yang dibatasi oleh Garis Van Mook. Garis Van Mook merupakan garis yang ditetapkan sebagai batas wilayah yang dimiliki Belanda dan Indonesia. Wilayah yang pada Agresi Militer Belanda I telah dikuasai selanjutnya harus diakui sebagai daerah dudukan Belanda terlepas dari wilayah Indonesia.

4. Belanda memblokade perekonomian Indonesia

Belanda tidak hanya berusaha mengatur batas wilayah dan keadaan politik Indonesia, Belanda juga membatasi kemajuan perekonomian Indonesia. Pengurangan wilayah Indonesia membuat wilayah pendudukan Belanda juga bertambah. Pendudukan Belanda di beberapa wilayah seperti Jawa Barat juga berdampak bagi kegiatan perekonomian di Indonesia. Perjanjian Renville menyebabkan bentuk pemerintahan Negara Indonesia berubah. Selama masa peralihan menjadi Republik Indonesia Serikat maka Belanda masih berkuasa atas wilayah Indonesia. Belanda pun memblokade pergerakan ekonomi Indonesia yang bertujuan agar pejuang Indonesia akan semakin menderita dan menyerah kepada Belanda. Beberapa asset milik Indonesia pun berada di bawah kekuasaan Belanda, sehingga memberikan keuntungan lebih bagi perekonomian Belanda.

5. Indonesia harus menarik pasukannya

Tidak hanya bidang ekonomi dan politik, Perjanjian Renville juga menyebabkan melemahnya kekuatan militer Indonesia. Indonesia terpaksa harus menarik pasukannya dari wilayah Indonesia yang menurut Perjanjian Renville menjadi daerah pendudukan Belanda. Kekeuatan militer Indonesia pun semakin melemah. Pasukan Indonesia mau tidak mau harus ditarik dari daerah penduduk sipil. Namun tanpa pantang menyerah, pasukan Indonesia secara diam-diam tetap melakukan perang gerilya. Perang gerilya indonesia menjadi bagian penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia pasca kemerdekaan.

6. Terjadinya agresi militer Belanda II

Pasca Perjanjian Renville maka ditetapkanlah Garis Van Mook sebagai batas wilayah yang didudukin Belanda dan wilayah yang dimiliki Indonesia. Saat itu terjadi gencatan senjata antara Indonesia dengan Belanda. Namun pada akhir tahin 1948, pasukan Indonesia menyusupkan pasukan gerilyanya ke daerah yang diduduki Belanda. Hal ini berarti bahwa Indonesia telah melanggar perjanjian. Pertempuran tidak bisa dihindari lagi. Agresi Militer Belanda II pun dilancarkan oleh Belanda pada 19 Desember 1948. Anda dapat membaca penjelasan secara lengkap dari agresi militer Belanda 2 untuk lebih memahami serangan yang dilancarkan Belanda kepada Indonesia.

7. Terpecah belahnya bangsa Indonesia

Dengan adanya Perjanjian Renville, bangsa Indonesia pun menjadi terpecah belah. Pengambilan wilayah Indonesia oleh penjajah Belanda membuat wilayah Indonesia semakin kecil dan hanya menguntungkan pihak Belanda. Belanda membentuk negara persemakmuran yang justru lebih seperti negara boneka Belanda yang berada di Indonesia. Negara-negara boneka tersebut tergabung dalam BFO atau Bijeenkomst voor Federaal Overlag. Anggota perserikatan Bijeenkomst voor Federaal Overlag diantaranya adalah Negara Madura, Negara Borneo Barat, Negara Sumatera Timur, dan Negara Jawa Timur. Negara-negara boneka tersebut juga lebih memihak urusan Belanda dibandingkan Indonesia.

Inilah penjelasan mengenai Latar Belakang Perjanjian Renville mulai dari latar belakang perjanjian, tokoh-tokoh yang terlibat dalam perjanjian, isi dan tujuan perjanjian, serta akibat dari Perjanjian Renville yang sangat merugikan Negara Indonesia. Anda dapat memahami peristiwa lainnya yang terjadi sebelum Perjanjian Renville seperti Perundingan Hooge Valuwe, Perjanjian Linggarjati, dan agresi militer Belanda 1.

Mengenang masa penjajahan Belanda di Indonesia dan makna proklamasi kemerdekaan Indonesia harusnya dapat menjadi cara untuk meningkatkan perkembangan nasionalisme Indonesia. Berbagai macam bentuk perjanjian termasuk di dalamnya Perundingan Roem Roijen yang ditempuh para pendahulu bangsa Indonesia sejatinya harus dipahami sebagai bentuk perjuangan nyata untuk mempertahankan keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peristiwa dan pertempuran seperti Pertempuran Medan Area, Peristiwa Bandung Lautan Api, penyebab Pertempuran Surabaya, dan penyebab terjadinya Pertempuran Ambarawa sepatutnya wajib Anda pelajari dan pahami. Memahami peristiwa-peristiwa bersejarah sejatinya dapat memupuk rasa cinta tanah air Indonesia. Semoga bermanfaat.

The post Latar Belakang Perjanjian Renville Lengkap appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
Sejarah Konferensi Meja Bundar Lengkap /indonesia/kemerdekaan/pasca-kemerdekaan/sejarah-konferensi-meja-bundar Tue, 18 Oct 2016 02:59:02 +0000 /?p=227 Tanggal 17 Agustus adalah tanggal yang mana merupakan hari kemerdekaan Republik Indonesia ketika di proklamasikan tujuh puluh satu tahun yang lalu.  Menjadi bukti bahwa telah lahir sebuah bangsa dengan banyak…

The post Sejarah Konferensi Meja Bundar Lengkap appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
Tanggal 17 Agustus adalah tanggal yang mana merupakan hari kemerdekaan Republik Indonesia ketika di proklamasikan tujuh puluh satu tahun yang lalu.  Menjadi bukti bahwa telah lahir sebuah bangsa dengan banyak tumpah darah, perjuangan, dan pengorbanan. Segenap rakyat Indonesia tentu berharap di tanggal yang teramat istimewa itu menjadi titik akhir penjajahan yang membelenggu selama berabad-abad. Namun pada kenyataanya penjajah tidak gentar menentang kemerdekaan negeri ini dengan kembali mencoba merebut Republik Indonesia.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan cara kekerasan semuanya berakhir dengan kegagalan. Belanda akhirnya dikecam keras oleh dunia internasional. Selanjutnya, Belanda dan Indonesia mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi. Melalui perundingan Linggarjati dan perjanjian Renville. Pada 28 Januari 1949. Untuk mengecam serangan militer Belanda, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa meloloskan resolusi terhadap tentara Republik di Indonesia dan menuntut dipulihkannya pemerintahan Republik Indonesia. Diserukan pula kelanjutan perundingan untuk menemukan penyelesaian damai antara dua pihak.

Perjanjian Linggarjati (1946)

Perjanjian Linggarjati merupakan perjanjian pertama yang dilakukan dalam usaha mendamaikan kedua pihak (Belanda dan Indonesia) lewat jalur diplomasi yang melibatkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Perjanjian ini dilakukan di ebuah desa bersama Linggarjati di Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 10 November 1946. Perwakilan-perwakilan pada perjanjian tersebut yakni pemerintah Indonesia diwakili oleh Dr. A. K. Gani, Mr. Susanto Tirtoprojo, Sutan Syahrir dan Mohammad Roem. Pemerintah Belanda diwakili oleh Van Pool, Prof. Schermerhorn dan , De Boer. Pemerintah Inggris, yang berperan sebagai mediator diwakili oleh Lord Killearn.

Berikut ini merupakan kutipan dari isi Perjanjian Linggarjati:

  • Belanda mau mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan daerah kekuasaan meliputi Madura, Sumatera, dan Jawa. Belanda sudah harus pergi meninggalkan daerah de facto tersebut paling lambat pada tanggal 1 Januari 1949.
  • Belanda dan Republik Indonesia telah sepakat untuk membentuk Negara serikat dengan nama RIS yang dijadwalkan sebelum tanggal 1 Januari 1949. Negara Indonesia Serikat akan terdiri dari RI, Timur Besar, dan Kalimantan.
  • Belanda dan Republik Indonesia Serikat sepakat untuk membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketua.

Perjanjian Renville (1948)

Sejarah perjanjian renville terjadi pada tanggal 17 Januari 1948. Perundingan ini di latar belakangi adanya peristiwa penyerangan Belanda terhadap Indonesia yang disebut dengan Agresi Militer Belanda Pertama yang jatuh pada tanggal 21 Juli 1947 hingga 4 Agustus 1947. Perjanjian ini merupakan perjanjian antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda, dan perundingan ini dilaksanakan atas usulan Dewan PPB dan juga KTN (Komisi Tiga Negara). Perjanjia dan penandatanganan Renville ini dilaksanakan di atas kapal untuk mengangkut pasukan Angkatan Laut Amerika Serikat yang bernama USS Renville.

Berikut adalah pokok-pokok isi perjanjian Renville, yaitu:

  1. Selama waktu hingga terbentuknya RIS atau Republik Indonesia Serikat, Belanda akan tetap berdaulat.
  2. RIS atau Republik Indonesia Serikat memiliki kedudukan sejajar dengan Uni Indonesia Belanda.
  3. Belanda dapat menyerahkan kekuasaanya ke pemerintah federal sementara, sebelum RIS terbentuk.
  4. Negara Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat.
  5. Enam bulan sampai satu tahun, akan diadakan pemilihan umum (pemilu) dalam pembentukan Konstituante RIS.
  6. Setiap tentara Indonesia yang berada di daerah pendudukan Belanda harus berpindah ke daerah Republik Indonesia.
  7. Pasukan RI harus mengosongkan daerah-daerah dibelakang garis Van Mook.

Perjanjian Roem-Royen (1949)

Perjanjian Roem-Royen adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Nama perjanjian ini diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Tujuan dari perjanjian ini adalah untuk menyelesaikan masalah-masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag yang direncanakan pada tahun yang sama.

Berikut adalah hasil perjanjian Roem-Royen :

  1. Pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta akan dilaksanakan pada tanggal 4 Juni 1949.
  2. Perintah penghentian perang gerilya akan diberikan setelah pemerintahan Republik Indonesia berada di Yogyakarta pada tanggal 1 Juli 1949.
  3. Akan turut dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dilaksanakan di Den Haag.
  4. Menjamin penghentian gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik.
  5. Bekerja sama dalam upaya mengembalikan perdamaian, ketertiban dan keamanan.

Konferensi Meja Bundar sebagai Titik Terang

Setelah upaya perjanjian-perjanjian diatas namun ternyata belum mampu untuk membuat pihak Belanda mengakui kedaulatan Indonesia maka Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa mengadakan suatu perundingan yang dinamai Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda pada 23 Agustus-2 November 1949 yang mempertemukan pihak Republik Indonesia, Belanda, dan BFO. Pada Konferensi Meja Bundar pihak Indonesia diwakili oleh:

  1. Hatta (ketua)
  2. Moh. Roem
  3. Prof Dr. Mr. Supomo
  4. J. Leitnena
  5. Ali Sastroamijojo
  6. Djuanda
  7. Sukiman
  8. Suyono Hadinoto
  9. Sumitro Djojohadikusumo
  10. Abdul Karim Pringgodigdo
  11. Kolonel T.B. Simatupang
  12. Muwardi

Pihak Belanda diwakili Van Maarseven dan pihak BFO diwakili oleh Sultan Hamid II. Konferensi Meja Bundar yang resmi dibuka pada 29 Agustus 1949 ini berlangsung alot hingga tanggal 2 November 1949 tercapai kesepakatan dengan tujuan utama yakni pengakuan kedaulatan.

Berikut adalah hasil dari Konferensi Meja Bundar yakni :

  • Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya dan tanpa syarat. Pengakuan kedaulatan akan dilaksakan selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949.
  • RIS  tediri dari RI dan 15 negara federal. Corak pemerintahan RIS diatur menurut konstitusi yang dibuat oleh delegasi RI dan BFO selama KMB berlangsung.
  • RIS dan Kerajaan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda di bawah pimpinan Ratu Belanda. Uni itu merupakan badan konsultasi bersama untuk menyelesaikan kepentingan umum.
  • Pasukan Belanda akan ditarik mundur dari Indonesia, sedangkan KNIL akan dibubarkan, dengan catatan bahwa anggotanya boleh masuk dalam jajaran TNI.
  • Masalah Irian Barat akan diselesaika setahun kemudian setelah penyerahan kedaulatan RIS.
  • Segala hutang Belanda sejak tahun 1942 harus diselesaikan oleh RIS.

Selanjutnya setelah tanggal 27 Desember 1949, diadakan penyerahan kekuasaan dari pihak Belanda kepada pihak Indonesia yang dilangsungkan di dua tempat yakni Indonesia dan Belanda. Penyerahan kekuasaan yang dilangsungkan di Indonesia bertempat di Istana Merdeka, Jakarta dengan pengakuan kedaulatan dari Wali Tinggi Mahkota Belanda Lovink kepada wakil pemerintah RIS Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Sementara penyerahan kekuasaan di Belanda berlangsung di Amsterdam dan Ratu Yuliana yang menandatangani piagam pengakuan kedaulatan RIS.

Disetujuinya hasil dari Konferensi Meja Bundar maka terbentuklah Republik Indonesia Serikat yang terdiri dari 16 negara bagian dengan luas dan jumlah penduduk yang berbeda.

[accordion]
[toggle title=”Artikel Terkait”]

[/toggle]
[toggle title=”Artikel Lainnya”]

[one_third]

[/one_third]
[one_third]

[/one_third]

[one_third_last]

[/one_third_last]

[/toggle]
[/accordion]

The post Sejarah Konferensi Meja Bundar Lengkap appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
Sejarah Perjanjian Renville – Isi dan Dampaknya untuk Indonesia /indonesia/kemerdekaan/pasca-kemerdekaan/sejarah-perjanjian-renville Wed, 12 Oct 2016 08:27:12 +0000 /?p=203 Perjanjian Renville adalah perjanjian dari pihak Indonesia dan Belanda yang melaksanakan perundingan atas usulan dari Dewan PPB dan juga Komisi Tiga Negara, yang terjadi pada tangal 17 Januari 1948. Perjanjian…

The post Sejarah Perjanjian Renville – Isi dan Dampaknya untuk Indonesia appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>
Perjanjian Renville adalah perjanjian dari pihak Indonesia dan Belanda yang melaksanakan perundingan atas usulan dari Dewan PPB dan juga Komisi Tiga Negara, yang terjadi pada tangal 17 Januari 1948. Perjanjian penting ini, ditanda tangani di atas kapal, saat mengangkut pasukan Angkatan Laut Amerika Serikat yang bernama USS Renville.

Dalam perundingan ini, Indonesia diwakili oleh Mr. Amir Syarifudin dan Belanda diwakili oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo, seorang Indonesia namun memihak kepada Belanda. Belanda sengaja menempatkan R. Abdulkadir Widjojoatmodjo ini, untuk menimbulkan isu terhadap warga dunia bahwa pertikaian yang terjadi antara Indonesia dengan Belanda merupakan masalah dalam negeri Indonesia sendiri, bukan masalah internasional.

Latar Belakang

  • Agresi Militer Belanda Pertama, 21 Juli  – 4 Agustus 1947

Latar belakang sampai adanya sejarah perjanjian renville ini bertujuan untuk menyelesaikan segala polemik yang ada antara negara Indonesia dan negara Belanda. Awal mulanya, sebab adanya penyerangan kembali dari Belanda terhadap Indonesia, pada tanggal 21 Juli 1947 sampai dengan 4 Agustus 1947, yang dinamakan Agresi Militer Belanda Pertama.

Salah satu yang menjadi latar belakang Agresi Militer Belanda Pertama, disebabkan adanya perbedaan tafsiran saat persetujuan linggarjati. Dimana Belanda menganggap tafsiran dari pidato Ratu Wilhelmina pada 7 Desember 1942, yaitu Indonesia adalah anggota Commonwealth serta akan dibentuk negara federasi. Keinginan sebelah pihak dari Belanda ini, tentu sangat merugikan bangsa Indonesia.

Disitulah awal mulanya pertikaian terjadi, ditambah lagi sehari sebelum Agresi Militer Pertama Belanda sudah mengingkari perjanjian Linggarjati, sehingga tercetuslah pada akhir juli tersebut penyerangan dan pihak indonesia pun menyiapkan bangku tembak kembali untuk melawan Belanda.

  • Ultinatum dari PBB, 1 Agustus 1957

Bagi dunia internasional, pertikaian yang terjadi antara Belanda dan Indonesia ini menimbulkan reaksi keras. Akhirnya pada tanggal 1 Agustus 1947, dewan keamanan PBB memberikan ultinatum kepada negara Indonesia dan Belanda untuk segera menghentikan tembak menembak. Pada tanggal 4 Agustus 1947, gencatan senjata dari pihak Indonesia dan agresi militer pertama Belanda dinyatakan berakhir.

Setelah menyudahi aksi gencatan senjata, pihak Belanda dan Indonesia melakukan perundingan, pada tanggal 8 Desember 1947 di atas kapal Renville yang sedang berlabuh di teluk Jakarta. Perundingan kedua negara ini menghasilkan saran-sara Komisi Tiga Negara yang beranggotakan (Amerika Serikat, Australia dan Belgia). Hasil perundingan ini memerintahkan kepada pihak Indonesia dan Belanda untuk memberhentikan tembak-menembak di sepanjang Garis Van Mook, peletakan kembali senjata, dan membentuk daerah kosong militer. Tepat pada tanggal 17 Januari 1948, perjanjian Renville secara resmi di tanda-tangani.

Isi dari Perjanjian Renville

Berikut ini isi pokok dari perjanjian renville yang di tanda-tangani oleh pihak Indonesia dan Belanda :

  1. Belanda memiliki kedaulatan di Indonesia, sampai terbentuknya RIS atau Republik Indonesia Serikat.
  2. RIS atau Republik Indonesia Serikat akan memiliki kedudukan sejajar dengan Uni Indonesia Belanda.
  3. Sebelum RIS terbentuk, kekuasaan Belanda akan dipindahkan ke pemerintahan federal sementara.
  4. Negara Republik Indonesia menjadi bagian dari RIS atau Republik Indonesia Serikat.
  5. Setiap 6 bulan/1 tahun sekali, akan diadakan pemilihan umum (pemilu) untuk pembentukan konstitusi RIS.
  6. Semua tentara Indonesia yang berada di daerah pendudukan Belanda atau daerah gerilya, harus mundur kembali ke daerah Republik Indonesia.

Pasca Perjanjian Renville

1. Setelah persetujuan Renville di tanda-tangani, pihak Republik Indonesia diwajibkan mengosongkan wilayah yang dikuasai TNI. Pada bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi memutuskan hijrah ke Yogyakarta, Jawa Tengah. Divisi ini juga dijuluki sebagai Pasukan Hijrah.

2. Terjadinya pengalihan wilayah Indonesia ke Belanda, dan membuat RI mengalami penyempitan wilayah yang cukup drastis.

3. Setelah Soekarno dan Hatta di tangkap di Yogyakarta, S.M Kartosuwiryo menolak dengan keras jabatan Menteri Muda Pertahanan dan Kabinet Amir Syarifuddin. S.M Kartosuwiryo menganggap negara Indonesia telah kalah dan bubar. Sehingga ia mendirikan Darul Islam / Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Pada 7 Agustus 1949, S.M Kartosuwiryo menyatakan dengan resmi berdirinya Negara Islam Indonesia (NII).

4. Munculnya kebencian kabinet kepada kabinet Amir Syarifuddin (perwakilan Indonesia dalam perundingan renville). Amir Syarifuddin di anggap sudah menjual negara sendiri kepada musuh. Tepat pada tanggal23 Januari 1948, Amir Syarifuddin menyerahkan mandatnya kembali kepada Presiden Soekarno, dan menunjuk Hatta untuk menyusun kabinet kembali tanpa campur tangan dari golongan sayap kiri atau sosialis.

5. Amir Syarifuddin menjadi oposisi dari kabinet yang dipimpin oleh Hatta. Untuk merebut kembali mandatnya, pada tanggal 28 Juni 1948, Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang menyatukan semua golongan sayap kiri, sosialis, komunis, kaum petani dan buruh. Selain itu FDR juga memprovokasi bentrokan dengan menghasut para kaum buruh untuk mengadakan pemogokan di pabrik karung Delangu, pada 5 Juli 1948.

6. Belanda mengadakan pemblokadean ekonomi indonesia secara merata. Mengakibatkan pereknomian Indonesia saat itu sangat kekurangan dan anjlok. Perjanjian renville ini dinilai menimbulkan kekuatan politis yang menguntungkan Belanda, sehingga ia berdaulat sepenuhnya serta berhasil masuk ke sektor ekonomi.

7. Pasukan dari Resimen 40/Damarwulan bersama batalyon di jajarannya, Batalyon Gerilya (BG) VIII, Batalyon Gerilya (BG) IX, Batalyon Gerilya (BG) X, Depo Batalyon, EX. ALRI Pangkalan X serta Kesatuan Kelaskaran, dengan total 5000 orang memutuskan untuk hijrah ke daerah Blitar dan Sekitarnya.

8. Resimen 40/Damarwulan ini merubah namanya menjadi Brigade III/Damarwulan, dan Batalyon pun berubah menjadi Batalyon 25, Batalyon 26, Batalyon 27. Dengan keluarnya Surat Perintah Siasat No 1, dari PB Sudirman, seluruh pasukan diwajibkan untuk hijrah pulang dan melanjutkan gerilya di daerahnya masing-masing. Pasukan Brigade III/Damarwulan, di bawah pimpinan Letkol Moch Sroedji ini, melaksanakan Wingate Action, yang melakukan perjalanan sejauh 500 kilometer selama 51 hari.

9. Belanda semakin berusaha memecah wilayah Indonesia, dengan membentuk negara boneka seperti negara Borneo Barat, Negara Madura, Negara Sumatera Timur dan Negara Jawa Timur.

[accordion]
[toggle title=”Artikel Terkait”]

[/toggle]
[toggle title=”Artikel Lainnya”]

[one_third]

[/one_third]
[one_third]

[/one_third]

[one_third_last]

[/one_third_last]

[/toggle]
[/accordion]

The post Sejarah Perjanjian Renville – Isi dan Dampaknya untuk Indonesia appeared first on Sejarah Lengkap.

]]>